Atau pernahkah kalian merasakan kegelisahan dan kesenangan dalam satu periode hidupmu?
Mencoba atau tetap berpijak? Berlari atau tetap menepi? Bangkit atau diam? Sudahkah diri ini pantas?
Ya, pertanyaan-pertanyaan sederhana ini menggambarkan apa yang saya pernah alami dan rasakan selama kurang lebih 4 tahun ke belakang.
HAALLOO!!! So glad to be back!
Akhirnya setelah hampir punahnya blog ini, sudah berdebu dan kusam, saya bisa balik lagi untuk sekedar mengisi blog ini dengan deretan kata yang telah menumpuk dalam otak kecil ini.
Malam ini, sempat terhenyak saya melihat semua isi dari blog aneh ini.. hahahaha.. tak dewasa, aneh, freak, sok dewasa, even more, katrok... Kata-kata inilah yang terlintas dalam pikiran saya selama melihat isi blog ini, yang lebih menyedihkan, sayalah penulis dari setiap untaian kata aneh dalam entri sebelumnya dalam blog ini .___.
Oke, entah mulai darimana saya ingin bercerita saat ini, saat menulis entri inipun saya hanya ingin memberikan entri yang terbaik dari saya, namun tak tau harus mulai darimana. Saya merasa aneh dalam setiap katanya, tak seperti dulu, saat ini saya ingin merangkaikan setiap kata yang ada menjadi penuh makna. Ya, Ali yang sekarang bukanlah Ali yang sama saat pertama kali membuat blog ini untuk tugas TIK, Ali yang menulis entri ini bukanlah Ali yang menulis entri sebelumnya. Selama setahun belakangan ini, banyak makna hidup yang saya dapatkan, saya pelajari dan terus saya coba jelajahi yang akhirnya membawa Ali menjadi sosok yang berbeda 180 derajat.
Pada entri ini, saya hanya ingin bercerita tentang pengalaman hidup seorang manusia. Tak indah memang, tak terlalu berbobot, tapi percayalah, setiap kata yang saya ketikkan disini, adalah hasil dari pembelajaran terhadap hidup saya oleh diri saya sendiri.
Hidup saya indah pada awalnya, memang tak pernah selalu indah, banyak rintangan, banyak hambatan, namun, yang saya ingin bagikan disini bukanlah jalan ceritanya tetapi makna kehidupannya.
Semua bermula saat pengumuman Ujian Nasional SMP tahun 2011. Masih hangat tersaji setiap momen yang mengubah jalan hidup saya saat itu. Saya bersekolah di salah satu SMP favorit yang ada di Tangerang, SMP Negeri 1 Tangerang. Jika mungkin teman-teman yang membaca tulisan ini besok berkunjung ke Tangerang, tanyakan saja pada setiap orang, SMP mana yang paling favorit di Tangerang. Namun bukan kisah indah itu yang ingin saya bagikan. Pengumuman nilai UN saat itu memang bagai penentu nasib kemana kita akan melangkah selanjutnya. SMA mana yang akan kalian dapatkan, tercermin dari nilai UN kalian. Yang ingin saya syukuri saat bersekolah disini adalah saya mendapatkan 24 orang teman yang luar biasa hebat. Mereka bagai oase bagi sejarah kelam pertemanan dalam hidup saya. Saya bukanlah orang yang mudah untuk berteman, namun saat bertemu dan memiliki mereka, saya belajar bahwa teman adalah komponen penting dalam hidup. Hidup kita bagai lapangan tak berumput tanpa teman, luas memang, tapi tak hijau, tak indah. Kembali ke cerita sebelumnya, sebagai salah satu siswa RSBI di SMP ini, tentu pundak saya dipenuhi dengan amanah 'harus punya nilai NEM yang tinggi'. Saya paham akan hal itu, saya belajar, dan dalam UN pun saya mengerjakan semuanya dengan kemampuan terbaik saya, ya, kemampuan saya sendiri. Tak ada bantuan secarik kertas neraka bertuliskan jawaban, atau suara penghasut yang menjawab setiap pertanyaan UN, saat ujian berlangsung, kelas saya hening, bahkan suara air pancuran dibelakang kelas bisa terdengar saat itu. Hening, sehening hidup saya saat nilai UN saya diumumkan.
Teman-teman tidak perlu tau berapa nilai UN yang saya dapatkan, namun pada intinya, nilai UN itu membuat segala amanah yang ada dipundak saya menjadi seperti membunuh saya secara perlahan. Pada momen ini, saya terjatuh dalam momen kehampaan maha sangat. Impian bersekolah di SMA Negeri 1 Tangerang, sekolah favorit yang saya dambakan sejak SD bagai pisau yang ternyata 2 arah tajamnya. Saat saya sedang dalam proses berusaha, dia bagai motivasi kencang, namun saat saya gagal dia justru menancap kuat pada diri saya sendiri. Dalam kehampaan maha sangat ini, saya menghakimi diri saya sendiri, saya merasa hina, merasa diri ini tak pantas akan segala tetes keringat orang tua saya yang sudah berusaha agar saya bisa bersekolah di SMP itu. Saya saat itu tak tau lagi harus bagaimana, hanya kepasrahan dalam hati yang menjerit yang menjadi satu-satunya teriakan saya kala itu. Curhat? Mungkin, namun yang perlu teman-teman garis bawahi adalah kegagalan saya, kegagalan yang pada akhirnya menjadi guru bagi saya.
Singkat cerita saya terus menjalani hidup saya, kepasrahan saya kala itu dijawab oleh yang Maha Satu dengan takdir yang mengantarkan saya ke pintu gerbang SMA Negeri 5 Tangerang. Tak ada kesenangan, tak ada kesan, saya masih belum bisa terlepas dari kehampaan maha sangat kala itu. Namun, orang tua selalu mendukung saya. Mereka memberikan segala daya dan upaya bagi saya. Ya, hanya untuk saya. Disini saya ingin mengingatkan teman-teman semua, sekeji, sehina, sejahat apapun orang tua kalian, merekalah yang paling tau tentang kalian apalagi saat mereka selalu ada dibelakang kalian. Saya selalu ingat saat suatu sore, papa dan mama saya menanyakan keadaan saya, saya jawab seadanya, tak bersemangat, namun mereka hanya mengatakan, 'dek, ada hikmah dari semuanya, semua sekolah sama, tinggal kamu yang berusaha menemukan makna dan hikmahnya', mereka tersenyum, tak ada raut kekecewaan dalam setiap kata yang mereka ucapkan kala itu.
3 bulan kehampaan menaungi diri saya kala itu, keluarga, teman, bahkan pacar saya kala itu selalu menyemangati. Ya memang disini saya tidak bercerita tentang pacar saya dulu (re: mantan), namun tetaplah ingat, bagaimana pun ceritamu dengan mantan pacarmu berakhir, pasti dulu ia pernah menorehkan senyuman di wajahmu. Singkat cerita, pada semester 2 saya ditakdirkan masuk ke kelas IPA, ya penjurusan di SMAN 5 Tangerang memang lebih cepat dibandingkan dengan sekolah lain, pada titik inilah hidup saya berubah. Saya diarahkan pada pilihan 'Bangkit atau Diam?'.
Orang tua saya selalu menginginkan saya untuk masuk ke kelas IPA, entah apa alasannya, namun itulah kata yang selalu ada saat saya akan penjurusan. Tapi kita pun tau, tidak semudah itu masuk ke jurusan yang diminati oleh hampir 80% siswa di sekolah. Tapi itulah jalan takdir-Nya. Ia selalu menggoreskan keindahan dalam takdir kita dengan jalan yang mungkin kita pun tak mengerti sebelumnya. Saya pun akhirnya bisa masuk IPA, memenuhi target orang tua saya. Saya mulai menemukan titik terang cahaya takdir saya. Mungkin jika saya masuk ke SMA lain, belum tentu saya bisa bersaing untuk masuk IPA. Setidaknya hal ini yang ada dalam pikiran saya saat itu.
Namun, bagaimana dengan target saya? Apa SMA ini adalah jawaban agar saya bisa memenuhi target diri saya sendiri? Saat itu sebenarnya target saya tidak muluk-muluk, saya hanya ingin masuk skuat tim basket SMA. Sejak SMP, saya sudah aktif bermain basket, dan sejak saat itu, saya ingin sekali bisa setidaknya menorehkan senyum di wajah orang tua saya dengan berprestasi di basket. Tetapi sekali lagi, Allah memang Maha atas segalanya. Saya ingat beberapa bulan setelah penjurusan, saya masuk skuat tim basket SMAN 5 Tangerang untuk turnamen yang diadakan oleh SMA tetangga. Kaget? Pasti, bayangkan, dari hampir 30 anggota, saya yang dipilih dan dipercaya untuk bermain saat itu, dan saya masih kelas 10. Dari angkatan saya, hanya 2 orang yang berhasil lolos masuk tim. Ditambah lagi, turnamen sebelumnya saya belum berhasil masuk ke dalam tim.
Setelah semua persiapan selesai, kami pun berangkat, hasilnya? Tidak terlalu mengecewakan, tapi alhamdulillah, kami juara 3. Walau hanya turnamen yang diadakan oleh sekolah lain, namun juara 3 setingkat kota, sudah cukup membahagiakan. Dan kebahagiaan ini terus berlanjut saat saya dipanggil untuk masuk tim inti SMAN 5 Tangerang dalam Honda DBL Banten Series 2012. Seketika hari itu menjadi hari yang luar biasa bagi saya.
Mungkin teman-teman setelah membaca cerita saya ini, akan berpikir 'apaan sih, gak ada menariknya'. Memang, kejadian ini belum ada apa-apanya dibanding tulisan selanjutnya. Namun, yang menarik adalah semua pemikiran yang ada dalam diri saya selama kurang lebih 6 bulan di kelas 10, saat saya berpikir 'apa yang bisa saya lakukan di SMA ini?', 'apa saya bisa memenuhi ekspektasi orang tua saya?', dan 'apa saya bisa mencapai target saya sendiri?' semuanya mulai ada titik terangnya. Dua kejadian diatas sedikit membuka pikiran saya. Saya berhasil masuk IPA, orang tua bangga. Saya bisa juara 3 dalam basket, orang tua senang, saya pun senang, terlebih lagi saat itu saya masuk dalam skuat inti turnamen besar, sangat besar. Namun, yang belum terjawab adalah 'apa yang bisa saya lakukan di SMA ini?'.
Pada titik inilah datang pilihan itu.
"BANGKIT ATAU DIAM?"
Dengan adanya dua kejadian itu, saya seperti diajukan pertanyaan ini berkali-kali, berulang-ulang, saya sampai berpikir, 'Ini pertanda kah? Apakah ini memang jalan takdir saya?'. Saya merasa belum yakin, belum mantap berpijak, sisa-sisa masa kelam itu masih ada, saya masih terdiam dalam kehampaan maha sangat itu. Namun memang Allah Maha Adil, itu yang saya percaya, dan itu yang saya yakini sampai saat ini. Dalam kehampaan itu, dengan penuh rasa takut dan pasrah, ditambah dengan sedikit kepercayaan itu, akhirnya saya memilih bangkit, saya masih mempunyai 2 tahun, 2 tahun untuk memenuhi segala macam impian saya di SMA ini, walau memang ini bukanlah SMA yang ada didalam angan-angan saya dulu.
"Turning Back Point"
Selama hampir 6-7 bulan terpuruk, ya saya memilih untuk bangkit pada waktu itu. Saya tau itu bukan pilihan yang mudah, sangat sulit, sangat berat, namun saya percaya akan jalan takdir yang telah digoreskan untuk saya. Mulai dari sini, kisah selanjutnya adalah kisah-kisah indah yang menurut saya memang Allah telah berikan untuk saya.
Setelah saya memutuskan bangkit, lika-liku dalam kehidupan saya semakin banyak. Tidak saya pungkiri memang, 'bangkit' adalah kata yang mudah untuk diucapkan, namun sulit untuk dilakukan. Dalam perjalanan saya untuk bangkit dari keterpurukan, ada saja hal yang menghalangi. Hal besar yang pertama kali menghantam saya adalah saat tim basket SMAN 5 Tangerang harus kalah lebih awal saat DBL 2012, kami yang notabene-nya adalah semifinalis tahun lalu, harus pulang lebih awal. Masih ingat saya dengan momen itu, kekalahan kami dari SMAN 2 KS Cilegon. Itu adalah tamparan hebat bagi saya. Mengapa saat saya ingin bangkit berpijak, bumi harus bergoyang menggoyahkan pendirian saya? Ya itulah 'bangkit', sulit untuk dilakukan. Namun keteguhan hati saya semakin berlipat, mungkin juga ini menjadi alasan mengapa Allah memberikan hidup yang indah bagi saya dikemudian hari.
Singkat cerita tim basket kami harus mengalami rotasi kepengurusan. Ya, saatnya angkatan saya memimpin, banyak sekali PR yang harus dikerjakan saat itu. Mulai dari pembenahan tim, pembenahan alat latihan, pembenahan lapangan, karena lapangan basket kami saat itu bener-bener kacau, ibarat aspal jalan yang sudah lama tidak di cor ulang .____. Oke, lanjut ke cerita, di akhir semester 2 rotasi itu pun dilaksanakan. Sudah jadi tradisi, kalau pemilihan ketua (yang juga bakal jadi kapten tim) itu dipilih oleh ketua yang lama beserta angkatannya bersama dengan pelatih. Apa yang terjadi selanjutnya? Mungkin temen-temen sudah bisa menebak, saya yang dipilih. Ya, Saya. Pemain yang saat SMP selalu jadi cadangan, selama kelas 10 pun, masuk tim utama baru 1 kali, dipilih jadi ketua, padahal temen saya sudah ada yang pernah masuk tim POPDA Kota Tangerang. Jangankan temen-temen, saya pun bingung. Sejak saat itu, pikiran saya sekali lagi dihantui pertanyaan besar 'sudahkah saya pantas?'. Di momen ini pula saya merasakan kegelisahan dan kesenangan dalam satu waktu. Senang karena dipercaya, gelisah dan takut karena saya bukanlah siapa-siapa. Namun percayalah ini garis takdir Allah, 'Amanah takkan salah memilih pundaknya'.
Saya pun akhirnya memutuskan untuk lebih lagi dan lagi dalam latihan. Saya mulai berusaha merombak segala kekurangan dalam tim basket ini. Penyediaan alat, pembenahan skill diri sendiri dan tim, sampai pengajuan perbaikan lapangan ke sekolah. Ya, suatu perjuangan hebat kala itu. Saya yang baru dipilih menjadi ketua, langsung dipercaya pelatih saya untuk mengajukan permohonan perbaikan lapangan ke sekolah. Takut? Jelas. Saya bukan orang yang mengerti birokrasi, ikut OSIS gak pernah, ikut organisasi, ya baru kali ini karena ekskul SMP gak se-saklek ekskul SMA, dan langsung jadi ketua pula. Sekali lagi 'sudahkah saya pantas?'. Momen-momen ini cukup menguras waktu saya kala itu, cukup menguras pikiran juga. Saya merasa kurang pantas dengan semua amanah ini. Namun, teman menjadi penolong diri saya kala itu. Sewaktu SMP, teman-teman saya adalah anak kelas 8L dan 9K, saat di SMA, teman-teman saya adalah anak basket SMAN 5 Tangerang. Kita berjuang bareng, latihan bareng, sampai hampir muntah-muntah bareng. Dengan adanya mereka inilah, saya akhirnya mencoba untuk terus berusaha, berusaha menjalankan amanah yang berat ini. Di jangka waktu satu tahun inilah saya merasakan memang benar saat kita menjalankan setiap langkah takdir kita dengan sungguh-sungguh, kemudahan dan cerita indah akan selalu menjadi hasilnya. Allah benar-benar menunjukkan kekuasaannya saat saya di SMA, memang hanya saya yang merasakan saat setiap doa yang terucap oleh saya, sudah Allah kabulkan saat SMA, dan saya baru bisa mengerti dan pahami saat ini. Satu hal yang temen-temen harus tau adalah 'memang rumput tetangga lebih berwarna dan lebih indah, namun percayalah rumput kita jauh lebih bermakna'. Perjalanan saya pun terus bergulir, tak terasa DBL Banten Series 2013 sudah didepan mata. Hasilnya? Temen-temen bisa lihat sendiri di foto ini:
Bukannya saya ingin sombong disini, tetapi foto diatas adalah bukti nyata prestasi tim basket SMAN 5 Tangerang. Walaupun kami belum bisa juara, namun kami kembali menjadi semifinalis, menyamakan prestasi 2 tahun sebelumnya. Dan hal yang membuat semuanya lebih indah lagi adalah kenyataan bahwa SMAN 5 Tangerang adalah satu-satunya tim SMA Negeri yang bisa melaju sampai semifinal, bukan bermaksud rasis atau bagaimana, tetapi SMA Negeri di Tangerang banyak sekali dikucilkan dan dianggap remeh, walau akhirnya gagal tetapi saya dan teman-teman sudah membuktikan bahwa SMA Negeri 5 Tangerang bisa berbuat banyak di DBL 2013 itu. Gambar kedua? Itu adalah gambar yang ada di koran Jawa Pos pada hari final party DBL 2013, gambar itu adalah nominasi pemain terbaik Honda DBL Banten 2013, dan saya ada disitu.
Tak hanya sampai disitu, diakhir masa kepengurusan saya sebagai ketua basket SMAN 5 Tangerang, akhirnya perjuangan tim basket dalam mengajukan peremajaan lapangan dikabulkan. Sekolah kami mendapat sponsor dan lapangan kami diperbaharui dan sampai saat ini lapangan hasil renovasi itu masih tetap dipakai.
2 tahun penuh makna itu mengantarkan saya pada diri saya yang sekarang. Pribadi yang dalam setiap langkahnya selalu percaya bahwa garis takdir Allah akan selalu indah, tinggal bagaimana kita memaknainya. Saya tidak yakin jika saya tidak masuk SMAN 5 Tangerang, saya bisa menorehkan prestasi yang sama dengan apa yang telah saya lakukan.
Jika saya mengingat momen ini, 2 tahun luar biasa dalam hidup saya ini, hanya rasa syukur yang terucap dari bibir saya. Tak ada lagi hujatan remaja aneh yang buta karena nama mentereng almamater lain. Sampai saat ini, bukan berkurang, justru semakin bertambah kecintaan saya terhadap SMA itu, SMAN 5 Tangerang.
Saya tidak bisa membayangkan jika Allah tidak mentakdirkan nilai UN saya jelek, bagaimana jika Allah mentakdirkan nilai UN saya memuaskan dan saya masuk SMA yang lebih favorit, saya tidak bisa membayangkan jika pada momen saya dipanggil masuk tim inti DBL 2012 saya memilih untuk tetap diam dan terpuruk, saya tidak bisa membayangkan jika saya menolak pada saat saya dipercaya membersamai keluarga saya di basket LIMA, saya tidak bisa membayangkan jika saya tidak memilih untuk BELAJAR DAN BERUSAHA disetiap kali saya dihadapkan dengan rintangan yang ada. Mungkin kenangan indah yang telah saya torehkan itu tidak pernah ada, mungkin foto yang saya post saat ini adalah foto bukti kejayaan orang lain.
Satu kesimpulan indah temanku yang saat ini membaca tulisan ini.
Memang saat keadaan kita tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, kita akan merasakan sakit, kepedihan mendalam dihati. Namun percayalah, keadaanmu saat ini adalah garis takdir Tuhan yang Maha Indah. Tak perlu menyesali, tak perlu menghujati, tak perlu terpuruk dalam lingkaran ketidak-syukuran kita atas nikmat-Nya. Yang perlu kau lakukan adalah tetap teguh, tetap belajar, memang tidak indah pada saat ini, namun percayalah semua akan indah pada waktunya.
'Rumput tetangga memang akan terlihat lebih hijau dan indah, namun percayalah rumput kita jauh lebih bermakna. Yang terpenting adalah jangan pernah berhenti untuk mencoba dan jangan pernah mencoba untuk berhenti' - R. Ali Hardhi Cherry Saputra, 2015