Hei blogger, mau sekedar bagi-bagi info tentang singkat tentang Kerajaan Mataram Islam aja nih, mudah"an berguna... cekidot....
Kerajaan Mataram Islam (1586-1749 M)
a. Sejarah
Pada tahun 1582 berdiri Kerajaan Mataram Islam. Pendiri Kerajaan Mataram Islam adalah Sutawijaya putra dari Ki Gede Pamanahan. Sutawijaya naik tahta setelah ia merebut wilayah Pajang sepeninggal Hadiwijaya dengan gelar Panembahan Senopati. Pada saat itu wilayahnya hanya di sekitar Jawa Tengah, mewarisi wilayah Kerajaan Pajang. Pusat pemerintahan berada di Mentaok, wilayah yang terletak kira-kira di timur Kota Yogyakarta dan selatan Bandar Udara Adisucipto sekarang. Lokasi keraton (tempat kedudukan raja) pada masa awal terletak di Banguntapan, kemudian dipindah ke Kotagede.
Sewaktu Panembahan Adiwijaya meninggal dunia,, di Demak terjadi pengangkatan Arya Pangiri sebagai Sultan Demak. Keadaan ini mengakibatkan kemarahan Sutawijaya sebagai Raja Mataram. Oleh karena itu, Sutawijaya memimpin pasukan Mataram untuk menyerang Demak. Arya Pangiri berhasil ditawan, tetapi ia dijadikan adipati lagi sesuai pangkatnya yang lama.
Dengan adanya pertempuran itu, putra mahkota Kerajaan Pajang yaitu Pangeran Benawa mengetahui kekuatan Mataram, sehingga ia menyatakan tunduk kepada Sutawijaya. Dengan demikian, Sutawijaya yang bergelar Senopati Ing Alogo bertambah lagi menjadi Sayidin Panatagama, yang artinya pemimpin yang mengatur kehidupan beragama.
Usaha pertama kali yang dilakukan Sutawijaya adalah memadamkan pemberontakan di Jawa Timur, seperti yang terjadi di Surabaya, Ponorogo, Madiun, Kediri, dan Pasuruan.
Sesudah Sutawijaya meninggal (dimakamkan di Kotagede) kekuasaan diteruskan putranya Mas Jolang yang setelah naik tahta bergelar Prabu Hanyokrowati.
Pemerintahan Prabu Hanyokrowati tidak berlangsung lama karena beliau wafat karena kecelakaan saat sedang berburu di hutan Krapyak. Karena itu ia juga disebut Susuhunan Seda Krapyak atau Panembahan Seda Krapyak yang artinya Raja (yang) wafat (di) Krapyak.
Dalam pemerintahannya, Mas Jolang (Prabu Hanyokrowati) berhasil menyatukan wilayah kekuasaan Mataram yang diganggu oleh pemberontak-pemberontak yang tidak mau mengakui kekuasaan Mataram. Tetapi, belum semua kerusuhan dapat teratasi Mas Jolang Wafat di hutan Krapyak pada tahun 1613 M. Setelah itu tahta beralih sebentar ke tangan putra keempat Mas Jolang yang bergelar Adipati Martoputro. Ternyata Adipati Martoputro menderita penyakit syaraf sehingga tahta beralih ke putra sulung Mas Jolang yang bernama Mas Rangsang atau Sultan Agung.
Sesudah naik tahta Mas Rangsang bergelar Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo atau lebih dikenal dengan sebutan Sultan Agung. Pada masanya Mataram berekspansi untuk mencari pengaruh di Jawa. Langkah pertamanya adalah memerangi pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di pesisir. Pada tahun 1617 M, ia dapat menaklukan Mojokerto, Lasem, dan Pasuruan. Menyusul Madura takluk pada tahun 1624 dan Surabaya pada tahun 1625 M.
Setelah Sultan Agung dapat menguasai Jawa Tengah, Jawa Timur dan sebagian Jawa Barat, pada tahun 1622 M, ia dapat menaklukan Sukadana si Kalimantan Barat. Pada tahun 1639 ia berusaha menaklukan Bali, tetapi usahanya gagal dan ia hanya dapat menaklukan wilayah Blambangan.
Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Belanda sudah menguasai Batavia melalui VOC. Hal ini membuat Sultan Agung bertekad untuk mengusir VOC dari tanah Jawa. Pada tahun 1628 M, Sultan Agung berusaha untuk menyerang VOC di Batavia, tetapi usahanya tidak berhasil. Cara lain yang dilakukan adalah dengan pemboikotan jalan, yaitu rakyat tidak boleh menjual makanan kepada Belanda, akan tetapi usaha ini belum berhasil karena persenjataan Belanda lebih kuat. Akibat terjadi gesekan dalam penguasaan perdagangan antara Mataram dengan VOC yang berpusat di Batavia, Mataram lalu berkoalisi dengan Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon. Usaha ini belum juga berhasil karena lagi-lagi berhasil digagalkan Belanda.
Pada tahun 1645 M, Sultan Agung wafat dan dimakamkan di Imogiri dan beliau pun digantikan oleh putranya yang bergelar Amangkurat (Amangkurat I). Semasa pemerintahan Sultan Agung banyak jasanya terutama dalam bidang kebudayaan. Pada tahun 1633 M beliau menciptakan tahun Jawa Islam yang diambil dari tahun Caka. Selain itu beliau telah menciptakan sastra Gending yang berisi pelajaran filsafat.
Amangkurat I memindahkan lokasi keraton ke Pleret pada tahun 1647 M, tidak jauh dari Kerta. Selain itu, ia tidak lagi menggunakan gelar sultan, melainkan "sunan" (dari "Susuhunan" atau "Yang Dipertuan"). Pemerintahan Amangkurat I kurang stabil karena banyak ketidakpuasan dan pemberontakan. Pada masanya, terjadi pemberontakan besar yang dipimpin oleh Trunajaya dan memaksa Amangkurat I bersekutu dengan VOC. Ia wafat di Tegalarum pada tahun 1677 M ketika mengungsi, sehingga dijuluki Sunan Tegalarum. Penggantinya, Amangkurat II (Amangkurat Amral), sangat patuh pada VOC sehingga kalangan istana banyak yang tidak puas dan pemberontakan terus terjadi. Pada masanya, kraton dipindahkan lagi ke Kartasura pada tahun 1680 M, sekitar 5 km sebelah barat Pajang karena kraton yang lama dianggap telah tercemar.
Pengganti Amangkurat II berturut-turut adalah Amangkurat III (1703-1708), Pakubuwana I (1704-1719), Sunan Prabu (Amangkurat IV) (1719-1726), Pakubuwana II (1726-1749). VOC tidak menyukai Amangkurat III karena menentang VOC sehingga VOC mengangkat Pakubuwana I (Puger) sebagai raja. Akibatnya Mataram memiliki dua raja dan ini menyebabkan perpecahan internal. Amangkurat III memberontak dan menjadi "king in exile" hingga tertangkap di Batavia lalu dibuang ke Ceylon.
Kekacauan politik baru dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah pembagian wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta tanggal 13 Februari 1755. Pembagian wilayah ini tertuang dalam Perjanjian Giyanti (nama yang diambil dari lokasi penandatanganan, di sebelah timur kota Karanganyar, Jawa Tengah). Berakhirlah era Mataram sebagai satu kesatuan politik dan wilayah. Walaupun demikian sebagian masyarakat Jawa beranggapan bahwa Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta adalah "ahli waris" dari Kesultanan Mataram.
b. Raja
1. Sutawijaya (1586-1601 M)
2. Mas Jolang (1601-1613 M)
3. Sultan Agung (1613-1645 M)
4. Amangkurat I (1646-1677 M)
5. Amangkurat II (1677-1703 M)
6. Amangkurat III (1703-1705 M)
7. Pakubuwono I (1705-1719 M)
8. Sunan Prabu (1719-1727 M)
9. Pakubuwono II (1727-1747 M)
10. Pakubuwono III (1747-1749 M)
c. Peninggalan
Ada beberapa peninggalan Kerajaan Mataram Islam, yaitu:
• Pemakaman Imogiri
• Situs Watu Gilang (Singgasana Panembahan Senopati)
• Situs Watu Gatheng (Peluru Meriam Kerajaan Mataram Islam)
• Situs Watu Genthong (Gentong yang digunakan penasehat Panembahan Senopati untuk berwudhu)
• Masjid Keraton Surakarta
• Masjid Keraton Yogyakarta
• Keraton Ngayogyakarta
• Keraton Surakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar